Sunday, November 17, 2013

Membangun Generasi Harapan lewat Pesawat 2013

Sabtu (16/13), Biro Kerohanian Islam Teknik Lingkungan Hayatun Nufus mengadakan acara Pesawat 2013 (Pesantren Mahasiswa Teknik Lingkungan). Acara yang berlangsung di Medan Latihan Tembak TNI Angkatan Darat Semarang ini diikuti oleh kurang lebih 70 peserta yang berasal dari Teknik Lingkungan angkatan 2013. Di acara tersebut para peserta mendapatkan banyak materi di antaranya, syahadatain, konsep diri, dan syumuliatul islam. Para peserta terlihat sangat antusias mendengarkan materi yang disampaikan. Di akhir penyampaian materi para peserta diberikan kesempatan untuk bertanya, kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh para peserta, mereka langsung memberikan pertanyaan kepada pembicara. Faris Ihsan selaku ketua Panitia mengaku acara diadakan untuk memberikan pelatihan kepada mahasiswa Teknik Lingkungan angkatan 2013, "Acara ini kami adakan untuk membentuk generasi harapan Islam sesuai dengan tema yang diusung yakni generasi harapan siap membangun indonesia" terangnya. Selain mendapatkan materi para peserta juga diberikan kegiatan outbond yang sarat akan makna. Setelah itu acara dilanjutkan dengan acara mabit yang diadakan di outdor. Acara ini dikhususkan bagi yang ikhwan saja dan acara ini juga merupakan rangkaian acara Pesawat 2013. (mis)


Friday, August 9, 2013

Puasa Syawal

Pertanyaan:

Bagaimanakan tuntunan Islam dalam melaksanakan puasa Syawal?
Jawaban:
Dari Abu Ayyub radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, 
من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر 
Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Tata cara puasa Syawal

Ulama berselisih pendapat tentang tata cara yang paling baik dalam melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal.
Pendapat pertama, dianjurkan untuk menjalankan puasa Syawal secara berturut-turut, sejak awal bulan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan Ibnul Mubarak. Pendapat ini didasari sebuah hadis, namun hadisnya lemah.
Pendapat kedua, tidak ada beda dalam keutamaan, antara dilakukan secara berturut-turut dengan dilakukan secara terpisah-pisah. Ini adalah pendapat Imam Waki’ dan Imam Ahmad.
Pendapat ketiga, tidak boleh melaksanakan puasa persis setelah Idul Fitri karena itu adalah hari makan dan minum. Namun, sebaiknya puasanya dilakukan sekitar tengah bulan. Ini adalah pendapat Ma’mar, Abdurrazaq, dan diriwayatkan dari Atha’. Kata Ibnu Rajab, “Ini adalah pendapat yang aneh.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 384–385)
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bolehnya puasa Syawal tanpa berurutan. Keutamaannya sama dengan puasa Syawal secara terpisah. Syekh Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang puasa Syawal, apakah harus berurutan?
Beliau menjelaskan, “Puasa 6 hari di bulan Syawal adalah sunah yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Boleh dikerjakan secara berurutan atau terpisah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keterangan secara umum terkait pelaksanaan puasa Syawal, dan beliau tidak menjelaskan apakah berurutan ataukah terpisah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal ….‘ (Hadis riwayat Muslim, dalam Shahih-nya)
Wa billahit taufiiq ….” (Majmu’ Fatwa wa Maqalat Ibni Baz, jilid 15, hlm. 391)

Boleh puasa di tanggal 2 Syawal

Ibnu Rajab mengatakan, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak dimakruhkan puasa pada hari kedua setelah hari raya (tanggal 2 Syawal). Ini sebagaimana diisyaratkan dalam hadis dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang, ‘Jika kamu sudah selesai berhari raya, berpuasalah.’ (H.r. Ahmad, no. 19852).” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 385)

Antara qadha dan puasa Syawal

Keutamaan puasa Syawal hanya diperoleh jika puasa Ramadan telah selesai
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin mengatakan, “Setiap orang perlu memerhatikan bahwa keutamaan puasa Syawal ini tidak bisa diperoleh kecuali jika puasa Ramadan telah dilaksanakan semuanya. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki tanggungan qadha Ramadan, hendaknya dia bayar dulu qadha Ramadan-nya, baru kemudian melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal. Jika dia berpuasa Syawal sementara belum meng-qadha utang puasa Ramadhan-nya maka dia tidak mendapatkan pahala keutamaan puasa Syawal, tanpa memandang perbedaan pendapat, apakah puasanya sebelum qadha itu sah ataukah tidak sah.
Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan …” sementara orang yang punya kewajibanqadha puasa Ramadan baru berpuasa di sebagian Ramadan dan belum dianggap telah berpuasa Ramadan (penuh).
Boleh melaksanakan puasa sunah secara berurutan atau terpisah-pisah. Namun, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal.” (Fatawa Ibni Utsaimin, kitab “Ad-Da’wah“, 1:52–53)
Keterangan dari Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Yang lebih tepat, mendahulukan qadha Ramadan sebelum melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal atau puasa sunah lainnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.’ (H.r. Muslim). Siapa saja yang berpuasa Syawal sebelum qadha puasa Ramadan maka dia tidak dianggap ‘mengikuti puasa Ramadan dengan puasa Syawal’, namun hanya sebatas ‘mengikuti SEBAGIAN puasa Ramadan dengan puasa Syawal,’ karenaqadha itu hukumnya wajib dan puasa Syawal hukumnya sunah. Ibadah wajib lebih layak untuk diperhatikan dan diutamakan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, jilid 15, hlm. 392, Syekh Abdul Aziz bin Baz)

Bolehkah puasa sunah Syawal sebelum qadha?

Keterangan dari Syekh Khalid Al-Mushlih,
Bismillahirrahmanirrahim.
Ulama berbeda pendapat tentang bolehnya berpuasa sunah sebelum menyelesaikanqadha puasa Ramadan. Secara umum, ada dua pendapat:
Pertama, bolehnya puasa sunah sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Ada yang mengatakan boleh secara mutlak dan ada yang mengatakan boleh tetapi makruh.
Al-Hanafiyah berpendapat, ‘Boleh melakukan puasa sunah sebelum qadha Ramadan karena qadha tidak wajib dikerjakan segera. Namun, kewajiban qadha sifatnya longgar. Ini merupakan salah riwayat pendapat Imam Ahmad.’
Adapun Malikiyah dan Syafi’iyah menyatakan bahwa boleh berpuasa sunah sebelum qadha, tetapi hukumnya makruh, karena hal ini menunjukkan sikap lebih menyibukkan diri dengan amalan sunah sebelum qadha, sebagai bentuk mengakhirkan kewajiban.
Kedua, haram melaksanakan puasa sunah sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat Mazhab Hanbali.
Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bolehnya puasa sunah sebelum qadha karena waktu meng-qadha cukup longgar, dan mengatakan tidak boleh puasa sunnah sebelum qadha itu butuh dalil. Sementara, tidak ada dalil yang bisa dijadikan acuan dalam hal ini.” (Sumber:http://www.saaid.net/mktarat/12/10-2.htm)
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

Wednesday, August 7, 2013

Selamat Idul Fitri 1434 H


Saturday, July 6, 2013

Aisyah Pun Cemburu Kepada Khadijah

Saat menerima risalah kenabian, Khadijah merupakan orang pertama yang percaya kepada Allah dan Rasul beserta ajaran-ajaran-Nya.
Nabi Muhammad pun tidak menghiraukan berbagai ancaman dan propaganda yang datangnya dari kaum musyrikin. Karena disampingnya terdapat sang kekasih pilihan Allah yang dengan setia mendampingi dan memperkuat aktivitas dakwahnya, sehingga terasa ringan beban yang diemban dan ringan pula menghadapi cobaan apa pun yang dilakukan oleh kaumnya.
Setelah menerima wahyu pertama di Gua Hira, Rasulullah kembali ke rumah dengan perasaan takut seraya berkata kepada Khadijah, ”Selimuti aku! Selimuti aku!” Maka Khadijah menyelimutinya hingga hilang perasaan takutnya itu. Beliau menceritakan semua yang telah terjadi. “Aku khawatir pada diriku,” kata Rasulullah.
Khadijah menjawab, “Tidak perlu khawatir, Allah tidak akan pernah menghinakanmu, sesungguhnya engkau orang yang menjaga tali silaturrahmi, senantiasa mengemban amanah, berusaha memperoleh sesuatu yang tiada, selalu menghormati tamu dan membantu orang-orang yang berhak untuk dibantu.”
Khadijah mengajak suaminya menemui Waraqah bin Naufal, sepupunya yang memeluk agama Nasrani di zaman Jahiliyah dan menulis buku Injil dengan bahasa Ibrani. “Dengarkan sepupuku, kata-kata dari keponakanmu ini!” kata Khadijah.
“Wahai keponakanku, apa yang engkau lihat?” tanya Waraqah pada Muhammad SAW. Rasulullah menceritakan tentang apa yang telah dilihatnya.
Waraqah berkata, “Ini adalah Malaikat yang telah Allah turunkan kepada Nabi Musa. Andai aku dapat bertahan, aku berharap masih hidup ketika kaummu mengusirmu.”
Rasulullah bertanya, “Kenapa mereka mengusirku?”
“Tidak seorang pun yang datang dengan sesuatu sebagaimana yang kau emban ini kecuali dimusuhi oleh kaumnya. Jika aku masih hidup sampai pada harimu, tentu aku akan menolongmu dengan sungguh-sungguh,” jawabnya.
Waraqah tidak sempat terlibat dalam aktifitas dakwah Nabi, karena keburu meninggal dunia dan tidak sempat mendengarkan ajaran wahyu yang diturunkan pada Muhammad SAW.
Rasulullah dan Khadijah tetap berdiam di Makkah dan melakukan shalat secara rahasia dengan kehendak Allah. Khadijah memang sangat dicintai dan dihormati oleh Rasulullah. Beliau juga tidak pernah berselisih dengan apa yang dikatakan Khadijah pada beliau, terutama pada saat sebelum wahyu turun.
Bahkan walau Khadijah telah tiada, Rasulullah selalu menyebut-nyebutnya dalam setiap kesempatan, dan tidak bosan-bosan memujinya. Sehingga Aisyah, Ummul Mukminin, merasa cemburu. Sampai suatu saat, Aisyah berkata pada Rasulullah, “Allah telah mengganti wanita tua itu.”
Tentu saja Rasulullah tersinggung dengan ucapan Aisyah ini, hingga ia berkata pada dirinya, “Ya Allah, hilangkanlah perasaan marah Rasulullah terhadapku dan aku berjanji untuk tidak lagi menjelek-jelekkan Khajidah.”
Aisyah pernah berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada istri-isrti Rasulullah kecuali pada Khadijah. Walaupun aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Rasulullah sering menyebutnya setiap saat.
Ketika beliau memotong kambing, tak lupa beliau sisihkan dari sebagian daging tersebut untuk kerabat-kerabat Khadijah. Ketika aku katakan, seakan-akan tidak ada wanita di dunia ini selain Khadijah. Beliau berkata, sesungguhnya dia telah tiada dan dari rahimnya aku dapat keturunan.”
Aisyah berkata, “Dulu Rasulullah SAW setiap keluar rumah, hampir selalu menyebut Khadijah dan memujinya. Pernah suatu hari beliau menyebutnya sehingga aku merasa cemburu. Aku berkata, ‘Apakah tiada orang lagi selain wanita tua itu. Bukankah Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik?’
Lalu, Rasulullah marah hingga bergetar rambut depannya karena amarah dan berkata, ‘Tidak, demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik darinya. Dia percaya padaku di saat semua orang ingkar, dan membenarkanku di kala orang-orang mendustakanku, menghiburku dengan hartanya ketika manusia telah mengharamkan harta untukku.
Dan Allah telah mengaruniaiku dari rahimnya beberapa anak di saat istri-istriku tidak membuahkan keturunan.’ Kemudian Aisyah berkata, ‘Aku bergumam pada diriku bahwa aku tidak akan menjelek-jelekannya lagi selamanya.”
Khadijah, seorang tangan kanan Rasulullah yang senantiasa membantu beliau dalam menjalankan dakwah dan menyebarkan ajaran-ajarannya, meninggal pada tahun ke-3 sebelum Hijrah di kota Makkah pada usia 65 tahun. Di saat ajal menjemputnya, Rasulullah menghampiri Khadijah sembari berkata, “Engkau pasti tidak menyukai apa yang aku lihat saat ini, sedangkan Allah telah menjadikan dalam sesuatu yang tidak engkau kehendaki itu sebagai kebaikan.”
Saat pemakamannya, Rasulullah turun ke liang lahat dan dengan tangannya sendiri memasukkan jenazah Khadijah. Wafatnya Khadijah merupakan musibah besar, di mana setelahnya diikuti berbagai musibah dan peristiwa yang datangnya secara beruntun. Rasulullah SAW memikul beban dengan penuh ketabahan dan kesabaran demi mencapai ridha Allah SWT.

Wednesday, June 12, 2013

DO NOTs, When Judging People

Berilah kesempatan untuk seseorang untuk berubah, karena seseorang yang hampir membunuh Rasulullah pun kini terbaring di sebelah makam beliau, Umar Bin Khattab r.a.

Jangan menilai orang dari rupanya, karena Rasulullah melihat si pendek tak menawan Julaybib r.a dikejar-kejar oleh bidadari surga.

Jangan melihat seseorang dari masa lalunya, seseorang yang pernah berperang melawan agama Allah pun menjadi Pedangnya Allah, Khalid bin Walid.

Jangan memandang orang dari status dan hartanya, karena sepatu emas Fir'aun berada di Neraka, sedangkan Sandal Jepit Bilal bin Rabah terdengar di Surga..

Thursday, June 6, 2013

Happy Sya'ban!

Sebentar lagi masuk sya'ban sodara-sodaraa! Subhanallah.. Semakin dekat ya kita dengan bulan yang dinantikan, bulan Ramadhan~

Ceritanya beberapa hari yang lalu, dikirimin tebak-tebakan oleh seorang teman di UI sana nih. Kita mau share tebak-tebakkan itu di sini :)
***

Tebak dengan benar pertanyaan di bawah ini: Isilah titik-titik di bawah ini (mohon dijawab dengan jujur di dalam hati kita masing-masing.. ^_^):

1. Allah menciptakan TERTAWA dan ...
2. Allah itu MEMATIKAN dan ...
3. Allah menciptakan LAKI-LAKI dan ...
4. Allah memberikan KEKAYAAN dan ......

Mayoritas kita akan menjawab:

1. MENANGIS.
2. MENGHIDUPKAN.
3. PEREMPUAN
4. KEMISKINAN.

Yakin jawaban itu benar? Untuk mengetahui apakah jawaban di atas itu benar atau tidak, mari kita cocokkan jawaban tersebut dengan rangkaian firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat An-Najm (53), ayat: 43-45, dan 48, sebagai berikut:

وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى

"dan Dia-lah yang menjadikan orang TERTAWA dan MENANGIS." (QS. 53:43).

وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا

"dan Dia-lah yang MEMATIKAN dan MENGHIDUPKAN." (QS. 53:44).

وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى

"dan Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan LAKI-LAKI dan PEREMPUAN. " (QS. 53:45).

وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَى وَأَقْنَى

"dan Dia-lah yang memberikan KEKAYAAN dan KECUKUPAN." (QS. 53:48).

Ternyata jawaban kita umumnya BENAR hanya pada no. 1-3. Tapi,
jawaban kita untuk no. 4 (kalau mau jujur) umumnya SALAH.

Jawaban versi Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an bukan KEMISKINAN, tapi KECUKUPAN.
Masya Allah..!!!
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala hanya memberi KEKAYAAN dan KECUKUPAN kepada hamba-Nya.

Dan yang "menciptakan" KEMISKINAN adalah diri kita sendiri. Hal ini bisa karena ketidak adilan ekonomi, malas, bisa juga karena kemiskinan itu kita bentuk di dalam pola pikir kita sendiri. Itulah hakikatnya, mengapa orang-orang yang senantiasa bersyukur; walaupun hidup pas-pasan ia akan tetap tersenyum dan , CUKUP. Jadi, marilah kita bangun rasa KECUKUPAN di dalam hati dan pikiran kita, agar kita menjadi hamba-Nya yang selalu BERSYUKUR.

Sekian dari kami. Semoga bisa menginspirasi :)

Thursday, April 4, 2013

Video Pra Rapat Kerja Hayatun Nufus 2013